Coretkan parenggan yang nak disiar di sini
Mencari Kebenaran
Sudah menjadi fitrah manusia yang hidup di atas muka bumi Tuhan ini, baik laki-laki maupun perempuan, orang besar maupun rakyat kecil, yang berkuasa ataupun rakyat jelata, yang pandai atau yang bodoh, yang kaya atau yang miskin, semuanya ingin mencari kebenaran. Kebenaran itu adalah suatu hal yang baik dan mulia, yang harus dimiliki dan diperjuangkan, agar dengan kebenaran itu manusia hidup mulia di muka bumi ini dan selamat di mana-mana, terutama selamat di Akhirat.Kebenaran itu tidak dua, tidak tiga, tidak sepuluh, dst. Kebenaran hanya satu. Kebenaran itu ialah kebenaran yang datang dari Allah SWT, yang disampaikan kepada para Rasul terutama kepada Rasul yang paling akhir yaitu Rasulullah Muhammad SAW. Allah SWT telah memberitahu kepada kita dalam Al Qur’an:
“Kebenaran itu adalah datang dari Tuhan kamu, dan janganlah kamu menjadi orang yang menentang atau menolaknya.” (QS Al Baqarah 147)
Selain dari Allah bukan kebenaran walaupun ada orang mengakui itu suatu kebenaran. Yang bukan datang dari Allah adalah kepalsuan, walaupun nampak indah pada pandangan mata. Kebenaran dari Allah yang dibawa oleh para Rasul itulah yang harus kita cari, yang harus kita dapatkan dan kita amalkan. Selanjutnya kebenaran itu kita perjuangkan karena kebenaran yang datang dari Allah itulah yang membuat manusia mulia di atas muka bumi ini dan mulia di akhirat nanti.
Namun kita telah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW sejak kurang lebih 14 abad yang lalu. Itu merupakan suatu masa yang sangat panjang dan selama itu umat Islam telah menempuh bermacam-macam hal, keadaan dan peristiwa, telah menempuh tinggi dan rendah, naik dan turun, maju dan mundur. Maka bagi umat di akhir zaman ini, termasuk diri kita, kita susah untuk mencari kebenaran. Apalagi untuk mendapatkan dan memperjuangkan kebenaran itu. Walaupun kebenaran itu memang sudah ada dalam Al Qur’an dan telah ditafsirkan oleh hadis Nabi tetapi itu hanya merupakan ilmu pengetahuan dan teori saja, bukan berbentuk perbuatan dan sikap. Yang berbentuk perbuatan itu hanya ada pada diri Rasulullah. Sedangkan Rasulullah sudah tidak ada lagi di zaman kita. Yang berbentuk perbuatan ada pada pribadi sahabat, tabiin dan salafussoleh zaman dahulu, sedangkan tidak seorang dari kalangan mereka yang ada di tengah-tengah kita. Padahal mereka adalah orang-orang yang patut kita contoh.
Jadi karena kita sudah terlalu jauh dari Rasulullah, sahabat dan salafussoleh dahulu, maka manusia di zaman ini mencari kebenaran dengan bermacam-macam cara menurut keyakinan masing-masing. Sebelum kita menguraikan bagaimana bentuk kebenaran yang sebenarnya, bagaimana kita akan mengamalkannya dan memperjuangkannya serta kebenaran seperti apa yang akan kita tempuh, kita akan kaji terlebih dahulu sebagian cara manusia di akhir zaman ini mencari kebenaran.
Sebagian manusia di akhir zaman ini mencari mencoba kebenaran secara jalan singkat dan mudah, tanpa berpikir panjang, tanpa menyelidiki dan mengkaji secara sungguh-sungguh sehingga kemudian mengambil cara-cara berikut:
1. Mencari kebenaran dengan mengikut orang banyak.
Jika kita mengikuti cara ini yaitu mencari kebenaran dengan mengikuti orang banyak, maka sampai mati kita tidak akan mendapat kebenaran. Sebab dengan cara yang pertama ini telah ditolak oleh Al Qur’an. Allah telah memberi tahu kepada kita di dalam beberapa ayat, di antaranya:
“Sedikit sekali hamba-hambaKu yang bersyukur.” (QS Saba’ 13)
Artinya manusia yang berterima kasih, yang tunduk kepada Allah SWT hanya sedikit jumlahnya. Sedangkan yang sesat, rusak dan tidak menerima kebenaran dari Allah banyak jumlanya. Oleh karena itu, di dalam Al Qur’an hal ditegaskan lagi dengan ayat lain:
“Jika kamu mengikuti akan kebanyakan manusia di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” (QS Al An’am 116)
Siapa yang mencari kebenaran di muka bumi ini dengan cara mengikuti orang kebanyakan, maka mereka akan sesat sebab orang kebanyakan itu sedikit yang menerima, mengamalkan dan memperjuangkan kebenaran. Jadi kalau kita mengikuti orang banyak untuk mencari kebenaran, maka kita akan tersesat.
Kalau kita mengkaji sejarah di dalam Al Qur’an, akan lebih meyakinkan kita bahwa mencari kebenaran dengan mengikuti orang banyak itu bukan caranya dan bukan jalannya.
Bukankah Nabi Nuh as. seorang Rasul yang Ulil Amri, Ulul Azmi yang panjang umurnya, yaitu 1000 tahun, beliau berjuang selama 950 tahun dengan penuh kegigihan, kesungguhan dan ketabahan, namun hanya 80 orang saja yang menjadi pengikutnya? Selain dari 80 orang itu mreka sesat. Seandainya kita, jangankan 950 tahun, 9,5 tahun saja berdakwah orang tak mau menerima kita, mungkin kita sudah putus asa dalam perjuangan. Berbeda dengan Nabi Nuh as. 950 tahun berjuang, berdakwah, menyampaikan ajaran kepada umat manusia, beliau tetap sabar dan tidak kecewa, walaupun hanya 80 orang yang mengikutinya.
Bukankah Allah telah menceritakan bagaimana Nabi Musa as. bagaimana beliau berjuang dan berjihad, menyampaikan ajaran Islam ke tengah kaumnya, dengan penuh kesabaran dan penuh kegigihan. Ia adalah salah seorang Rasul Ulul Azmi yang begitu gigih, sungguh-sungguh dan diperkuat oleh Allah dengan mukjizat-mukjizat, namun pengikutnya hanya 70 orang yang mau menerima kebenaran.
Begitu juga Allah telah menceritakan kepada kita tentang Nabi Isa as. yang juga gigih berjuang, bersungguh-sungguh menyampaikan ajaran Islam ke tengah kaumnya dan dibantu oleh Allah dengan mukjizat-mukjizat yang menunjukkan kebenaran Nabi Isa as., namun hanya 12 orang saja yang menerima kebenaran Nabi Isa as. Itu pun akhirnya salah seorang menyeleweng, bersekutu dengan musuh untuk membunuh Nabi Isa. Karena dia berkhianat, maka Allah mengubah mukanya seperti muka Nabi Isa as. Akhirnya orang menangkapnya karena menyangka dia adalah Nabi Isa as., kemudian dia dibunuh dengan cara disalib.
Begitu juga jika coba kita membaca sejarah yang telah terjadi pada bangsa Romawi setelah wafatnya Nabi Isa as. sebelum kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW. Terjadi di negeri Romawi yang pada waktu itu diperintah oleh seorang raja yang sangat zalim dan menindas. Namanya Raja Dakyanus. Dia menyembah berhala dan mengajak rakyatnya menyembah berhala. Pada masa Raja Dakyanus ini masih ada ulama dari kalangan pengikut Nabi Isa as. yang membaca kitab-kitab Nabi Isa as. Kemudian datanglah perintah dari Raja Dakyanus yang mengajak rakyatnya menyembah berhala Kalau kita pertimbangkan dengan akal seharusnya yang paling menentang waktu itu tentu alim ulama yang membaca kitab yang masih menyampaikan ajaran Nabi Isa as. ke tengah masyarakat. Tapi ternyata alim ulama pun tak sanggup lagi membendung kehendak raja. Kalaupun mereka tidak mengikuti perintah itu, setidaknya mereka menutup mulut karena takut. Bila ulama diam, sedangkan ulama yang menjadi contoh, maka di waktu itu banyak manusia yang menjadi sesat. Tapi tak terpikir oleh kita ternyata ada tujuh orang pemuda yang sanggup mempertahankan kebenaran yang tak mau menerima kesesatan itu. Mereka itulah yang dikenal sebagai Ashabul Kahfi yang diceritakan Allah di dalam Al Qur’an. Mereka adalah oran-orang yang beriman dengan Allah SWT kemudian Allah tambahkan keimanan mereka itu. Akhirnya mereka masuk ke sebuah gua dan Allah menidurkan mereka selama 309 tahun.
Kalau kita melihat sejarah Rasulullah, seorang bapak Ulul Azmi, orang yang paling dikasihi oleh Allah yang diberi mukjizat lebih banyak daripada Nabi-Nabi yang lain untuk membantu perjuangan Rasulullah dan menambah keyakinan masyarakat. Selama 13 tahun Rasulullah berjuang pada era Mekkah hanya puluhan orang yang mengikutinya. Selain dari mereka adalah orang-orang yang sesat. Jadi golongan yang jumlahnya sedikit, itulah yang membawa kebenaran, sedangkan golongan yang banya adalah golongan yang sesat. Dalam perang Badar, tentara yang membawa kebenaran hanya 313 orang, sedangkan yang membawa kesesatan jumlahnya 1000 orang. Pada waktu Sayidina Khalid bin Walid berhadapan dengan Romawi, tentaranya berjumlah 30.000 orang, sedangkan lawannya berjumlah 250.000 orang. Itu menunjukkan yang sesat jauh lebih banyak dari yang membawa kebenaran.
Hujjah yang terakhir adalah dari pengalaman kita sendiri. Manakah yang lebih banyak, orang yang pergi ke tempat sholat dengan yang pergi ke tempat hiburan? yang pergi ke tempat kuliah Islam dengan yang pergi ke tempat kuliah yang lain? Lebih banyak mana yang menutup aurat dengan yang membuka aurat atau orang yang berakhlak dengan yang tidak berakhlak
Kesimpulannya kalau ada orang mencari kebenaran dengan mengikuti orang banyak, sampai mati tidak akan bertemu dengan kebenaran. Demikianlah, Allah telah memberitahu kita dan sejarah juga telah menceritakan hal tersebut.
2. Mencari kebenaran dengan mengikuti golongan atas.
Jika golongan atas campur tangan dalam suatu hal, misalnya menganut suatu ideologi atau isme maka kita mudah mengikuti mereka karena mereka lebih pandai menilai daripada kita. Padahal jika kebenaran diperjuangkan dan dibawa ke tengah-tengah masyarakat, maka kebanyakan orang dari golongan atas inilah yang akan menentang. Mereka adalah orang-orang yang berpengaruh, orang kaya, atau memiliki kekuasaan di tengah masyarakat.
Kalau kita ingin mencari kebenaran dengan mengikuti golongan atas, maka hal ini ditolak oleh Al Qur’an. Ternyata hanya sedikit orang dari golongan atas yang mau menerima kebenaran. Misalnya ketika Nabi Musa as. berhadapan dengan Fir’aun. Sebelum rakyat biasa menyanggah perjuangan Nabi Musa as, maka orang atasan lebih dahulu menyanggahnya. Mereka berkata, “Sesungguhnya laki-laki ini adalah ahli sihir yang paling bijak.”
Nabi Nuh as. ketika menyampaikan kebenaran kepada umatnya. Golongan atas inilah lebih dahulu menolak. Mereka berkata “Kami melihat engkau betul-betul orang sesat”. Nabi Nuh yang membawa kebenaran dikatakan sesat, padahal mereka sendiri yang sesat.
Di dalam Al Qur’an diceritakan tentang peristiwa yang terjadi pada Bani Israil selepas wafatnya Nabi Musa as. Bani Israil pada waktu itu dijajah oleh bangsa Romawi. Selama dijajah itu Bani Israil diperbudak, kaum wanitanya dipermalukan, dirampas, dijadikan gundik, orang-orang tuanya ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara, perekonominya dirampok sehingga mereka menderita dan miskin. Dari rakyat biasa hingga ke golongan atas mereka, semuanya ditindas dan dizalimi. Tapi ternyata seorang ada Nabi Allah yang hidup pada waktu itu yaitu Nabi Samuel.
Suatu hari para pemuka Bani Israil ini berunding dan mengambil keputusan untuk datang menemui Nabi Samuel untuk minta Nabi Samuel berdoa agar didatangkan pemimpin untuk bersama-sama mengusir penjajah. Ketika diminta untuk berdoa, maka Nabi Samuel bertanya kepada mereka “Jika saya doakan, apakah kamu mau menerima syarat dari saya?” Mereka pun menjawab “Kami sudah tidak tahan lagi, siapapun yang akan menjadi pemimpin, kami akan ikuti dan taati.” Maka Nabi Samuel pun berdoa kepada Allah.
Doa Nabi Samuel dikabulkan oleh Allah. Maka beliau menyampaikan kepada para pemuka Bani Israil itu bahwa yang ditunjuk Allah sebagai pemimpin mereka adalah Thalut, seorang yang saat itu tidak terkenal. Thalut hanyalah seorang petani. Ketika diberitahukan tentang hal itu, kebanyakan mereka menolaknya. Padahal Allah menunjuk Thalut karena permintaan mereka. Tapi mereka menolak pemimpin itu sedangkan pemimpin itu bukan sembarang pemimpin. Pemimpon itu tidak ditunjuk dengan cara demokrasi tapi ditunjuk oleh Allah atas permintaan mereka. Akhirnya golongan atas atau para pemuka itulah yang menjadi golongan pertama yang menolak kepemimpinan Thalut.
3. Orang mencari kebenaran dengan mengikuti penguasa-penguasa bumi
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, penguasa-penguasa besar itu adalah Romawi dan Persia. Kalau sekarang adalah Amerika dan Barat. Jika sekarang orang mengatakan ikuti saja Amerika supaya bertemu dengan kebenaran, secara logika akal tentu kita sudah dapat melihat bahwa jalan ini tidak benar dan tidak akan sampai kepada kebenaran. Selain itu, sejarah telah menceritakan sebagaimana Al Qur’an juga telah menceritakan bahwa setiap pembawa kebenaran pasti akan berhadapan dengan penguasa-penguasa bumi dan menghadapi halangan dari mereka
5. Mencari kebenaran dengan mengikuti cendekiawan dalam Islam
Cara yang lebih logis yang lebih dapat diterima, yaitu mencari kebenaran dengan mengikuti cendekiawan dalam Islam, sebab mereka tahu tentang Al Qur’an dan Sunnah. Kalau cara ini ditempuh pada zaman Rasulullah SAW zaman tabiin dan Salafussoleh, memang cara ini ada benarnya. Tapi kini kita telah lama ditinggalkan oleh Rasulullah. Para alim ulama sekarang ini sudah tidak sama sikapnya dengan para alim ulama zaman Salafussole. Di zaman ini kerusakan telah melanda sebagian besar anggota masyarakat. Termasuk orang awam dan juga ulamanya. Sebagaimana sabda Rasulullah,
“Akan berlaku di akhir zaman, ahli ibadah jahil dan alim ulamanya fasik.”
Kalau orang awam anak isterinya membuka aurat, maka alim ulama pun anak isterinya membuka aurat. Kalau orang awam cinta dunia, terlibat dengan riba, maka alim ulama di zaman ini juga terlibat dengan hal yang sama. Kesyumulan Islam sudah tidak ditegakkan dalam diri, syiar Islam pun sudah tiada. Karena itu cara yang keempat ini juga tertolak.
Akhirnya, bagaimanakah kita untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki? Di akhir zaman ini jangan memilih sembarang individu, jangan memilih sembarang jamaah untuk mencari kebenaran. Tempat rujukan kita adalah:
1. Rasulullah SAW
Allah telah mengingatkan kita bahwa Rasulullah adalah teladan yang baik.
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu ada suri tauladan yang baik” (QS Al Ahzab 21)
2. Sahabat Rasulullah
Rasulullah bersabda,
“Sahabat-sahabatku laksana bintang-bintang di langit. Yang mana saja kamu ikuti niscaya kamu akan dapat petunjuk.” (Riwayat Ad Daarami)
3. Masyarakat Salafussoleh
Rasulullah bersabda,
“Sebaik-baik manusia adalah di kurunku, kemudian kurun yang mengiringinya dan kurun yang mengiringinya.” (Riwayat Muslim)
Artinya, umat Islam dalam masa 300 tahun dari zaman Rasulullah SAW, sbagian besar dari mereka adalah orang-orang soleh dan sebagian orang muqarrabin. Merekalah suri teladan bagi kita dalam menerima, mengamalkan dan memperjuangkan kebenaran, terutamanya bagi kalangan cendekiawan mereka dan alim ulama.
Kalau begitu, berikut ini akan diceritakan secara ringkas kehidupan masyarakat salafussoleh. Mereka mengamalkan dan memperjuangkan ajaran Islam yang kamil atau sempurna, meliputi seluruh kehidupan manusia, dalam segi akidah, ibadah, akhlak, ukhuwah, jihad, dakwah, masyarakat, jemaah, iktisad, tarbiah islamiah, dan daulah islamiah. Mereka tidak hanya mengamalkan satu hal tapi menginggalkan aspek-aspek yang lain. Dari aqidah sampai daulah dipelajari, dipahami, diamalkan dan diperjuangkan. Aqidah mereka begitu kuat, keimanan mereka begitu kuat, sehingga terbuat dosa sebesar debu dianggap bagaikan gunung besar yang berada di atas kepala mereka. Ibadah mereka banyak, ukhuwah mereka kuat. Mereka sibuk berjuang dan berjihad. Dakwah mereka sampai ke negeri Cina padahal trasportasi di waktu itu susah. Bahkan tiga perempat dari mereka wafat di luar jazirah Arab. Sopan santun mereka tinggi, bahkan dalam berperang pun mereka berakhlak dan bersopan santun. Mereka membangun sistem pendidikan tersendiri, tidak mengambil dari Timur dan Barat. Semua dengan cara Islam, tidak meniru cara dari manapun. Ekonomi yang didirikan betul-betul dengan cara Islam, tidak mengamalkan riba. Masyarakat bersih dari kejahatan sehingga hidup aman dan damai. Mereka berhasil menegakkan jemaah dan tamadun Islam.
Jelaslah bagi kita bahwa masyarakat salafussoleh tidak mengambil ajaran Islam secara serpihan atau sepotong-sepotong. Semuanya diambil, diamalkan dan diperjuangkan. Jadi kalau kita ingin mencari kebenaran di akhir zaman ini, kita harus mengikuti dan meneladani mereka. Bila mereka menjadi teladan kita, barulah kita akan selamat di dunia dan di akhirat. Jika tidak, maka kita tidak akan mendapatkan kebenaran dan kita akan tersesat dalam kehidupan.
No comments:
Post a Comment