Firman ALLAH SWT

Sabda Rasulullah SAW

Kalam Tinta Dari Ku

Friday, April 9, 2010

Mencari Kebenaran

Coretkan parenggan yang nak disiar di sini

Mencari Kebenaran
Sudah menjadi fitrah manusia yang hidup di atas muka bumi Tuhan ini, baik laki-laki maupun perempuan, orang besar maupun rakyat kecil, yang berkuasa ataupun rakyat jelata, yang pandai atau yang bodoh, yang kaya atau yang miskin, semuanya ingin mencari kebenaran. Kebenaran itu adalah suatu hal yang baik dan mulia, yang harus dimiliki dan diperjuangkan, agar dengan kebenaran itu manusia hidup mulia di muka bumi ini dan selamat di mana-mana, terutama selamat di Akhirat.Kebenaran itu tidak dua, tidak tiga, tidak sepuluh, dst. Kebenaran hanya satu. Kebenaran itu ialah kebenaran yang datang dari Allah SWT, yang disampaikan kepada para Rasul terutama kepada Rasul yang paling akhir yaitu Rasulullah Muhammad SAW. Allah SWT telah memberitahu kepada kita dalam Al Qur’an:

“Kebenaran itu adalah datang dari Tuhan kamu, dan janganlah kamu menjadi orang yang menentang atau menolaknya.” (QS Al Baqarah 147)

Selain dari Allah bukan kebenaran walaupun ada orang mengakui itu suatu kebenaran. Yang bukan datang dari Allah adalah kepalsuan, walaupun nampak indah pada pandangan mata. Kebenaran dari Allah yang dibawa oleh para Rasul itulah yang harus kita cari, yang harus kita dapatkan dan kita amalkan. Selanjutnya kebenaran itu kita perjuangkan karena kebenaran yang datang dari Allah itulah yang membuat manusia mulia di atas muka bumi ini dan mulia di akhirat nanti.
Namun kita telah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW sejak kurang lebih 14 abad yang lalu. Itu merupakan suatu masa yang sangat panjang dan selama itu umat Islam telah menempuh bermacam-macam hal, keadaan dan peristiwa, telah menempuh tinggi dan rendah, naik dan turun, maju dan mundur. Maka bagi umat di akhir zaman ini, termasuk diri kita, kita susah untuk mencari kebenaran. Apalagi untuk mendapatkan dan memperjuangkan kebenaran itu. Walaupun kebenaran itu memang sudah ada dalam Al Qur’an dan telah ditafsirkan oleh hadis Nabi tetapi itu hanya merupakan ilmu pengetahuan dan teori saja, bukan berbentuk perbuatan dan sikap. Yang berbentuk perbuatan itu hanya ada pada diri Rasulullah. Sedangkan Rasulullah sudah tidak ada lagi di zaman kita. Yang berbentuk perbuatan ada pada pribadi sahabat, tabiin dan salafussoleh zaman dahulu, sedangkan tidak seorang dari kalangan mereka yang ada di tengah-tengah kita. Padahal mereka adalah orang-orang yang patut kita contoh.

Jadi karena kita sudah terlalu jauh dari Rasulullah, sahabat dan salafussoleh dahulu, maka manusia di zaman ini mencari kebenaran dengan bermacam-macam cara menurut keyakinan masing-masing. Sebelum kita menguraikan bagaimana bentuk kebenaran yang sebenarnya, bagaimana kita akan mengamalkannya dan memperjuangkannya serta kebenaran seperti apa yang akan kita tempuh, kita akan kaji terlebih dahulu sebagian cara manusia di akhir zaman ini mencari kebenaran.

Sebagian manusia di akhir zaman ini mencari mencoba kebenaran secara jalan singkat dan mudah, tanpa berpikir panjang, tanpa menyelidiki dan mengkaji secara sungguh-sungguh sehingga kemudian mengambil cara-cara berikut:

1. Mencari kebenaran dengan mengikut orang banyak.

Jika kita mengikuti cara ini yaitu mencari kebenaran dengan mengikuti orang banyak, maka sampai mati kita tidak akan mendapat kebenaran. Sebab dengan cara yang pertama ini telah ditolak oleh Al Qur’an. Allah telah memberi tahu kepada kita di dalam beberapa ayat, di antaranya:

“Sedikit sekali hamba-hambaKu yang bersyukur.” (QS Saba’ 13)

Artinya manusia yang berterima kasih, yang tunduk kepada Allah SWT hanya sedikit jumlahnya. Sedangkan yang sesat, rusak dan tidak menerima kebenaran dari Allah banyak jumlanya. Oleh karena itu, di dalam Al Qur’an hal ditegaskan lagi dengan ayat lain:

“Jika kamu mengikuti akan kebanyakan manusia di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” (QS Al An’am 116)

Siapa yang mencari kebenaran di muka bumi ini dengan cara mengikuti orang kebanyakan, maka mereka akan sesat sebab orang kebanyakan itu sedikit yang menerima, mengamalkan dan memperjuangkan kebenaran. Jadi kalau kita mengikuti orang banyak untuk mencari kebenaran, maka kita akan tersesat.

Kalau kita mengkaji sejarah di dalam Al Qur’an, akan lebih meyakinkan kita bahwa mencari kebenaran dengan mengikuti orang banyak itu bukan caranya dan bukan jalannya.

Bukankah Nabi Nuh as. seorang Rasul yang Ulil Amri, Ulul Azmi yang panjang umurnya, yaitu 1000 tahun, beliau berjuang selama 950 tahun dengan penuh kegigihan, kesungguhan dan ketabahan, namun hanya 80 orang saja yang menjadi pengikutnya? Selain dari 80 orang itu mreka sesat. Seandainya kita, jangankan 950 tahun, 9,5 tahun saja berdakwah orang tak mau menerima kita, mungkin kita sudah putus asa dalam perjuangan. Berbeda dengan Nabi Nuh as. 950 tahun berjuang, berdakwah, menyampaikan ajaran kepada umat manusia, beliau tetap sabar dan tidak kecewa, walaupun hanya 80 orang yang mengikutinya.

Bukankah Allah telah menceritakan bagaimana Nabi Musa as. bagaimana beliau berjuang dan berjihad, menyampaikan ajaran Islam ke tengah kaumnya, dengan penuh kesabaran dan penuh kegigihan. Ia adalah salah seorang Rasul Ulul Azmi yang begitu gigih, sungguh-sungguh dan diperkuat oleh Allah dengan mukjizat-mukjizat, namun pengikutnya hanya 70 orang yang mau menerima kebenaran.

Begitu juga Allah telah menceritakan kepada kita tentang Nabi Isa as. yang juga gigih berjuang, bersungguh-sungguh menyampaikan ajaran Islam ke tengah kaumnya dan dibantu oleh Allah dengan mukjizat-mukjizat yang menunjukkan kebenaran Nabi Isa as., namun hanya 12 orang saja yang menerima kebenaran Nabi Isa as. Itu pun akhirnya salah seorang menyeleweng, bersekutu dengan musuh untuk membunuh Nabi Isa. Karena dia berkhianat, maka Allah mengubah mukanya seperti muka Nabi Isa as. Akhirnya orang menangkapnya karena menyangka dia adalah Nabi Isa as., kemudian dia dibunuh dengan cara disalib.

Begitu juga jika coba kita membaca sejarah yang telah terjadi pada bangsa Romawi setelah wafatnya Nabi Isa as. sebelum kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW. Terjadi di negeri Romawi yang pada waktu itu diperintah oleh seorang raja yang sangat zalim dan menindas. Namanya Raja Dakyanus. Dia menyembah berhala dan mengajak rakyatnya menyembah berhala. Pada masa Raja Dakyanus ini masih ada ulama dari kalangan pengikut Nabi Isa as. yang membaca kitab-kitab Nabi Isa as. Kemudian datanglah perintah dari Raja Dakyanus yang mengajak rakyatnya menyembah berhala Kalau kita pertimbangkan dengan akal seharusnya yang paling menentang waktu itu tentu alim ulama yang membaca kitab yang masih menyampaikan ajaran Nabi Isa as. ke tengah masyarakat. Tapi ternyata alim ulama pun tak sanggup lagi membendung kehendak raja. Kalaupun mereka tidak mengikuti perintah itu, setidaknya mereka menutup mulut karena takut. Bila ulama diam, sedangkan ulama yang menjadi contoh, maka di waktu itu banyak manusia yang menjadi sesat. Tapi tak terpikir oleh kita ternyata ada tujuh orang pemuda yang sanggup mempertahankan kebenaran yang tak mau menerima kesesatan itu. Mereka itulah yang dikenal sebagai Ashabul Kahfi yang diceritakan Allah di dalam Al Qur’an. Mereka adalah oran-orang yang beriman dengan Allah SWT kemudian Allah tambahkan keimanan mereka itu. Akhirnya mereka masuk ke sebuah gua dan Allah menidurkan mereka selama 309 tahun.

Kalau kita melihat sejarah Rasulullah, seorang bapak Ulul Azmi, orang yang paling dikasihi oleh Allah yang diberi mukjizat lebih banyak daripada Nabi-Nabi yang lain untuk membantu perjuangan Rasulullah dan menambah keyakinan masyarakat. Selama 13 tahun Rasulullah berjuang pada era Mekkah hanya puluhan orang yang mengikutinya. Selain dari mereka adalah orang-orang yang sesat. Jadi golongan yang jumlahnya sedikit, itulah yang membawa kebenaran, sedangkan golongan yang banya adalah golongan yang sesat. Dalam perang Badar, tentara yang membawa kebenaran hanya 313 orang, sedangkan yang membawa kesesatan jumlahnya 1000 orang. Pada waktu Sayidina Khalid bin Walid berhadapan dengan Romawi, tentaranya berjumlah 30.000 orang, sedangkan lawannya berjumlah 250.000 orang. Itu menunjukkan yang sesat jauh lebih banyak dari yang membawa kebenaran.

Hujjah yang terakhir adalah dari pengalaman kita sendiri. Manakah yang lebih banyak, orang yang pergi ke tempat sholat dengan yang pergi ke tempat hiburan? yang pergi ke tempat kuliah Islam dengan yang pergi ke tempat kuliah yang lain? Lebih banyak mana yang menutup aurat dengan yang membuka aurat atau orang yang berakhlak dengan yang tidak berakhlak

Kesimpulannya kalau ada orang mencari kebenaran dengan mengikuti orang banyak, sampai mati tidak akan bertemu dengan kebenaran. Demikianlah, Allah telah memberitahu kita dan sejarah juga telah menceritakan hal tersebut.




2. Mencari kebenaran dengan mengikuti golongan atas.

Jika golongan atas campur tangan dalam suatu hal, misalnya menganut suatu ideologi atau isme maka kita mudah mengikuti mereka karena mereka lebih pandai menilai daripada kita. Padahal jika kebenaran diperjuangkan dan dibawa ke tengah-tengah masyarakat, maka kebanyakan orang dari golongan atas inilah yang akan menentang. Mereka adalah orang-orang yang berpengaruh, orang kaya, atau memiliki kekuasaan di tengah masyarakat.

Kalau kita ingin mencari kebenaran dengan mengikuti golongan atas, maka hal ini ditolak oleh Al Qur’an. Ternyata hanya sedikit orang dari golongan atas yang mau menerima kebenaran. Misalnya ketika Nabi Musa as. berhadapan dengan Fir’aun. Sebelum rakyat biasa menyanggah perjuangan Nabi Musa as, maka orang atasan lebih dahulu menyanggahnya. Mereka berkata, “Sesungguhnya laki-laki ini adalah ahli sihir yang paling bijak.”

Nabi Nuh as. ketika menyampaikan kebenaran kepada umatnya. Golongan atas inilah lebih dahulu menolak. Mereka berkata “Kami melihat engkau betul-betul orang sesat”. Nabi Nuh yang membawa kebenaran dikatakan sesat, padahal mereka sendiri yang sesat.

Di dalam Al Qur’an diceritakan tentang peristiwa yang terjadi pada Bani Israil selepas wafatnya Nabi Musa as. Bani Israil pada waktu itu dijajah oleh bangsa Romawi. Selama dijajah itu Bani Israil diperbudak, kaum wanitanya dipermalukan, dirampas, dijadikan gundik, orang-orang tuanya ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara, perekonominya dirampok sehingga mereka menderita dan miskin. Dari rakyat biasa hingga ke golongan atas mereka, semuanya ditindas dan dizalimi. Tapi ternyata seorang ada Nabi Allah yang hidup pada waktu itu yaitu Nabi Samuel.

Suatu hari para pemuka Bani Israil ini berunding dan mengambil keputusan untuk datang menemui Nabi Samuel untuk minta Nabi Samuel berdoa agar didatangkan pemimpin untuk bersama-sama mengusir penjajah. Ketika diminta untuk berdoa, maka Nabi Samuel bertanya kepada mereka “Jika saya doakan, apakah kamu mau menerima syarat dari saya?” Mereka pun menjawab “Kami sudah tidak tahan lagi, siapapun yang akan menjadi pemimpin, kami akan ikuti dan taati.” Maka Nabi Samuel pun berdoa kepada Allah.

Doa Nabi Samuel dikabulkan oleh Allah. Maka beliau menyampaikan kepada para pemuka Bani Israil itu bahwa yang ditunjuk Allah sebagai pemimpin mereka adalah Thalut, seorang yang saat itu tidak terkenal. Thalut hanyalah seorang petani. Ketika diberitahukan tentang hal itu, kebanyakan mereka menolaknya. Padahal Allah menunjuk Thalut karena permintaan mereka. Tapi mereka menolak pemimpin itu sedangkan pemimpin itu bukan sembarang pemimpin. Pemimpon itu tidak ditunjuk dengan cara demokrasi tapi ditunjuk oleh Allah atas permintaan mereka. Akhirnya golongan atas atau para pemuka itulah yang menjadi golongan pertama yang menolak kepemimpinan Thalut.

3. Orang mencari kebenaran dengan mengikuti penguasa-penguasa bumi

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, penguasa-penguasa besar itu adalah Romawi dan Persia. Kalau sekarang adalah Amerika dan Barat. Jika sekarang orang mengatakan ikuti saja Amerika supaya bertemu dengan kebenaran, secara logika akal tentu kita sudah dapat melihat bahwa jalan ini tidak benar dan tidak akan sampai kepada kebenaran. Selain itu, sejarah telah menceritakan sebagaimana Al Qur’an juga telah menceritakan bahwa setiap pembawa kebenaran pasti akan berhadapan dengan penguasa-penguasa bumi dan menghadapi halangan dari mereka

5. Mencari kebenaran dengan mengikuti cendekiawan dalam Islam

Cara yang lebih logis yang lebih dapat diterima, yaitu mencari kebenaran dengan mengikuti cendekiawan dalam Islam, sebab mereka tahu tentang Al Qur’an dan Sunnah. Kalau cara ini ditempuh pada zaman Rasulullah SAW zaman tabiin dan Salafussoleh, memang cara ini ada benarnya. Tapi kini kita telah lama ditinggalkan oleh Rasulullah. Para alim ulama sekarang ini sudah tidak sama sikapnya dengan para alim ulama zaman Salafussole. Di zaman ini kerusakan telah melanda sebagian besar anggota masyarakat. Termasuk orang awam dan juga ulamanya. Sebagaimana sabda Rasulullah,

“Akan berlaku di akhir zaman, ahli ibadah jahil dan alim ulamanya fasik.”

Kalau orang awam anak isterinya membuka aurat, maka alim ulama pun anak isterinya membuka aurat. Kalau orang awam cinta dunia, terlibat dengan riba, maka alim ulama di zaman ini juga terlibat dengan hal yang sama. Kesyumulan Islam sudah tidak ditegakkan dalam diri, syiar Islam pun sudah tiada. Karena itu cara yang keempat ini juga tertolak.

Akhirnya, bagaimanakah kita untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki? Di akhir zaman ini jangan memilih sembarang individu, jangan memilih sembarang jamaah untuk mencari kebenaran. Tempat rujukan kita adalah:

1. Rasulullah SAW

Allah telah mengingatkan kita bahwa Rasulullah adalah teladan yang baik.

“Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu ada suri tauladan yang baik” (QS Al Ahzab 21)

2. Sahabat Rasulullah

Rasulullah bersabda,

“Sahabat-sahabatku laksana bintang-bintang di langit. Yang mana saja kamu ikuti niscaya kamu akan dapat petunjuk.” (Riwayat Ad Daarami)

3. Masyarakat Salafussoleh

Rasulullah bersabda,

“Sebaik-baik manusia adalah di kurunku, kemudian kurun yang mengiringinya dan kurun yang mengiringinya.” (Riwayat Muslim)

Artinya, umat Islam dalam masa 300 tahun dari zaman Rasulullah SAW, sbagian besar dari mereka adalah orang-orang soleh dan sebagian orang muqarrabin. Merekalah suri teladan bagi kita dalam menerima, mengamalkan dan memperjuangkan kebenaran, terutamanya bagi kalangan cendekiawan mereka dan alim ulama.

Kalau begitu, berikut ini akan diceritakan secara ringkas kehidupan masyarakat salafussoleh. Mereka mengamalkan dan memperjuangkan ajaran Islam yang kamil atau sempurna, meliputi seluruh kehidupan manusia, dalam segi akidah, ibadah, akhlak, ukhuwah, jihad, dakwah, masyarakat, jemaah, iktisad, tarbiah islamiah, dan daulah islamiah. Mereka tidak hanya mengamalkan satu hal tapi menginggalkan aspek-aspek yang lain. Dari aqidah sampai daulah dipelajari, dipahami, diamalkan dan diperjuangkan. Aqidah mereka begitu kuat, keimanan mereka begitu kuat, sehingga terbuat dosa sebesar debu dianggap bagaikan gunung besar yang berada di atas kepala mereka. Ibadah mereka banyak, ukhuwah mereka kuat. Mereka sibuk berjuang dan berjihad. Dakwah mereka sampai ke negeri Cina padahal trasportasi di waktu itu susah. Bahkan tiga perempat dari mereka wafat di luar jazirah Arab. Sopan santun mereka tinggi, bahkan dalam berperang pun mereka berakhlak dan bersopan santun. Mereka membangun sistem pendidikan tersendiri, tidak mengambil dari Timur dan Barat. Semua dengan cara Islam, tidak meniru cara dari manapun. Ekonomi yang didirikan betul-betul dengan cara Islam, tidak mengamalkan riba. Masyarakat bersih dari kejahatan sehingga hidup aman dan damai. Mereka berhasil menegakkan jemaah dan tamadun Islam.

Jelaslah bagi kita bahwa masyarakat salafussoleh tidak mengambil ajaran Islam secara serpihan atau sepotong-sepotong. Semuanya diambil, diamalkan dan diperjuangkan. Jadi kalau kita ingin mencari kebenaran di akhir zaman ini, kita harus mengikuti dan meneladani mereka. Bila mereka menjadi teladan kita, barulah kita akan selamat di dunia dan di akhirat. Jika tidak, maka kita tidak akan mendapatkan kebenaran dan kita akan tersesat dalam kehidupan.




Sejauh Manakah Islam Kita ?



Islam diwahyukan oleh Allah kepada Rasulullah SAW secara utuh. Rasulullah menyampaikannya kepada kita juga secara utuh. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

"Wahai orang-orng yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan dan jangan kamu turuti jejak langkah Syaitan, kerana syaitan adalah musuh mu yang nyata.” (QS Al Baqarah 208)


Dari coretan artikel yang lalu, Allah SWT telah membuat perbandingan bahawa kalimah Tauhid iaitu Islam itu diibaratkan bagai sebatang pokok yang sempurna. Dan asas kepada Islam itu sendiri adalah aqidah iaitu ilmu Tauhid yang menjadi akar tunjang. Andainya akar pokok rosak, biar besar lima pemeluk batang pokok, biar banyak merimbun dahan, ranting dan daun, pokok yang sedia ada pasti kan tumbang walau hanya ditiup angin bayu sepoi-sepoi bahasa. Begitu juga, andainya kuat akar tunjang mencengkam bumi, tetapi batang pokok yang rapuh, buruk di makan anai-anai, pokok tidak mampu menjadi paksi tempat bercabangnya dahan, ranting dan daun.

Ajaran-ajaran Islam yang terpenting dan paling pokok, yang bersumber dari Al Quran dan As Sunnah terbahagi kepada tiga. Ilmu Tauhid, Fekah dan Tasauf. Ilmu Tauhid bagi mempastikan aqidah yang jitu lagi jazam. Ilmu feqah bagi memimpin umat menjalani dan mengamalkan syariat yang zahir agar kienal syarat sah dan batal dalam beramal ibadah. Ilmu tasauf bagi memimpin dalam melaksanakan syariat yang batin.

Zaman sekarang, demi mencari simpati, glamour dan popularity, ramai orang tanpa segan silu mendakwa perjuangan merekalah yang benar. Merekalah yang paling berjaya membangunkan model masyarakat Islam, merekalah yang paling kuat beribadah, merekalah yang paling sempurna dalam beramal, sambil menafikan usaha pihak-pihak lain dalam menyumbang kearah pembangunan Islam. Malah lebih malang, golongan ini sebenarnya jika diukur dengan kejayaan pihak-pihak lain, mereka tidak juga berjaya sebenarnya dalam usaha mereka. Mereka hanya pandai membuat gimmick murahan dan menokok tambah cerita. Lantas mereka mengisytiharkan diri mereka sebagai mujaddid, mujtahid, sohibul zaman, rasul yang bukan rasul, wali Allah dan pelbagai jenama demi menyuburkan mazmumah ego, ujub dan riyak. Sama ada mereka sedar atau tidak, amalan mereka yang sedikit itu pun sudah musnah kerana sifat ujub dan riyak. Inilah kesan atau hasil akibat tidak beramal dengan ilmu Tauhid, Feqah dan Tasuf.

Sejauh manakah kita meyakini, memahami dan mengamalkan ketiga-tiga ilmu tersebut (Tauhid, Feqah dan Tasauf) ? Maka perbandingan kita bukanlah dengan orang-orang yang sedia ada di masa kini. Sebaliknya, ukur dan bandingkanlah usaha kita selama ini dengan usaha yang telah dilakukan oleh Rasulullah, para sahabat dan salafussoleh.

Allah berfirman di dalam Al Quran:

“Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu ada suri tauladan yang baik.” (QS Al Ahzab 21)

Dan Rasulullah SAW bersabda:

“Sahabat-sahabatku laksana bintang-bintang di langit. Yang mana saja kamu ikuti niscaya kamu akan dapat petunjuk.” (Riwayat Ad Daarami)

“Sebaik-baik manusia adalah di kurunku, kemudian yang mengikuti kurun mereka, kemudian yang mengiringi kurun mereka itu” (Riwayat Muslim)

Inilah yang dikatakan salafussoleh yang semua ini sudah tidak ada lagi di zaman kita ini. Walaupun hanya seorang, sudah cukup menjadi contoh kepada kita, misalnya Imam Malik. Tetapi ia juga tidak ada. Oleh karena itu, hendaklah kita lihat sejarah mereka di dalam sejarah, mudah-mudahan akan menjadi panduan kita di akhir zaman ini. Mari kita contoh mereka, terutama sekali Rasulullah SAW untuk menjadi panduan kita di akhir zaman ini dan menjadi tolak ukur kepada kita. Mari kita lihat bagaimana mereka menegakkan berbagai aspek dalam agama Islam.

1. AQIDAH

Para sahabat dan salafusspleh, mereka membangun aqidah, bukan hanya pada taraf akal, tetapi sampai ke hati/jiwa, hingga mereka dapat merasakan kebesaran dan kehebatan Allah. Bila menyebut nama Allah, gementarlah hati mereka. Bila menyebut neraka ada yang pengsan sampai tiga hari, bahkan ada yang langsung mati. Ada sebagian yang tidak berselera makan lagi ketika disebutkan tentang neraka. Begitulah para sahabat.

Sedangkan iman kita belum sampai ke peringkat hati, Kita hanya baru di peringkat akal saja. Buktinya, kalau kita sebut nama Allah atau “Allahu Akbar” mungkin hati kita tidak merasakana apa-apa, tidak merasakan kebesaran Allah sedikitpun, seolah-olah nama Allah itu atau “Allahu Akbar” itu sama saja seperti kita menyebut kata “tiang”, “batu” dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa hati kita boleh jadi telah mati dan keras.

Malah di zaman sekarang, tatkala kaum kafir beriya-iya ingin menggunakan kalimah Allah di Gereja mereka, ada juga orang yang mengaku pejuang TIDAK SUKA menggunakan kalimah Allah, sebaliknya lebih suka menggunakan kalimah “Tuhan”. Kononnya lebih global. Sedangkan kalimah jalallah ALLAH adalah nama khas bagi Tuhan Yang Maha Esa dan nama yang paling agung. Sebagai seorang Islam, kita sepatutnya bersyukur dan berbangga kerana kalimah ALLAH adalah hanya untuk kita.


2. IBADAH

Bagaimana Rasulullah SAW dan umumnya salafussoleh menegakkan ibadah? Solat mereka banyak. Rasulullah kadang-kadang sampai terjatuh karena banyak solat, kadang-kadang sampai bengkak-bengkak kakinya. Begitu juga sebagian sahabat dan umumnya salafussoleh, solat fardhu dan sunnat mereka amat banyak. Ada yang mencapai 1000 rakaat sehari semalam. Paling kurang pun 100 rakaat sehari semalam. Tetapi purata yang diceriakan ialah 300 rakaat sehari semalam.

Bagaimana dengan kita? Sekuat-kuatnya solat kita tidak sampai menandingi selemah-lemahnya solat para sahabat dan salafussoleh. Itu pun ada yang mengaku konon dirinya adalah mujtahid, kononnya mujaddid, kononnya sohibuzzaman, kononnya pejuang agama terhebat, tetapi tidak suka dan phobia untuk bersolat Jumaat di masjid.

Kalau dari segi jumlah solat pun kita tidak mampu menandingi para sahabat dan salfussoleh, belum lagi kekhusyukan mereka dalam solat begitu hebat. Kalau kita lihat sejarah, Sayidina Ali Karamallahu Wajhah, begitu khusyuk solatnya sehingga ketika sahabat-sahabat yang lain mencabut anak panah yang tertancap di kakinya Sayidina Ali tidak merasakan kesakitan sedikitpun. Kadang-kadang sebagian dari mereka, ketika mereka solat, burung hinggap pun tidak terasa.

Sedangkan kita, di dalam solat, kena gigit nyamuk seekor pun sudah tergaru-garu kegatalan. Bila kita mula bertakbir, bermacam-macam ingatan muncul kadang-kadang sampai terlupa gerakan atau rukun dalam solat.

Puasa para sahabat dan salafussoleh juga hebat. Ada sebagian sahabat yang berpuasa sepanjang masa kecuali dua hari raya dan hari-hari tasyrik. Sebagian yang lain sehari berpuasa, sehari berbuka. Puasa Isnin dan Kamis merupakan amalan yang istiqamah. Sedangkan kita mungkin hanya bertahan saat puasa Ramadhan saja.

Bacaan Quran mereka dalam satu minggu dapat khatam 30 juz. Itu sudah menjadi perkara biasa. Paling tidak satu bulan 30 juz. Jika kita bandingkan dengan kita, kita setahun sekalipun susah. Itupun mungkin hanya di bulan Ramadhan saja. Bacaan yang sanggup dibaca habis ialah surat kabar, bahkan sampai helaian demi helaian pun habis dibaca.


3. DAKWAH

Mereka begitu yakin dengan Allah dan Rasul-Nya. Mereka sanggup berkorban apa saja hingga Islam dapat keluar dari tanah Arab. Di antaranya Abdullah Al-Bahili yang membawa Islam hingga sampai di China.

Saidina Bilal Bin Rabah, setelah kewafatan Rasulullah SAW, Saidina Bilal meletakkan jawatan sebagai muezzin Masjid Nabi. Kerana beliau ingin berdakwah.

Mereka memegang teguh hadits Rasulullah SAW:

“Sampaikanlah dariku walau satu ayat.” (Riwayat Bukhari & Tarmizi)

Mereka cinta syahid dalam menyampaikan risalah dakwah. Padahal ketika mereka berdakwah mereka tidak ada kenderaan, yang ada hanya unta-unta saja. Namun dengan berkat perjuangan mereka Islam sampai kepada kita hingga hari ini.

Islam sampai ke nusantara kepulauan Melayu pada abad ke tujuh maseihi dan mula berkembang menjadi empayar pada tahun ke-13 masihi. Di abad ke 7 masehi, kenderaan amat sukar, namun kerana mereka gigih berdakwah, akhirnya kita mendapat nikmat iman dan Islam.
Oleh karena itu, kita sudah selayaknya bertanya kepada diri kita sendiri, sudah sampai dimana dakwah yang kita lakukan? Sedangkan jika kita lihat di zaman kita ini, mubaligh kurang. Jika mubaligh kurang, hal ini menjadikan umat Islam tidak ada panduan dunia dan akhirat. Kita ada fasiliti dan kemudahan, mengapa kita tidak dapat berbuat seperti mereka?


4. UKHWAH

Ukhuwah dan persaudaraan Rasulullah SAW dan para sahabat terbukti pada reality kehidupan mereka. Mereka dapat merasakan kesusahan orang lain seperti kesusahannya sendiri, kesenangan orang lain seperti kesenangan mereka. Hadist Rasulullah SAW yang artinya:

“Tidak dikatakan seseorang itu beriman selagi dia tidak mengasihi saudaranya seperti dia mengasihi dirinya sendiri” (Riwayat Bukhari & Muslim)

Di dalam Peperangan Yarmuk, tentera Islam pimpinan Khalid Al Walid seramai 30,000 orang terpkasa berhadapan dengan 100,000 orang tentera Romawi. Di saat genting peperangan, Khalid Al Walid telah berjaya mengIslamkan seorang panglima tentera Rom bernama Georgius Theodore. Akhirnya Georgius Theodore mati syahid dalam peperangan tersebut.

Dikisahkan, selepas peperangan Yarmuk tamat, seorang sahabat bernama Abu Jahim bin Huzaifah mencari sepupunya yang sama-sama berjuang berhadapan dengan tentera Rom. Saya bawa bersama-sama sedikit air agar dapat memberi faedah buat dirinya. Tatkala Abu Jahim Bin Huzaifah menjumpai sepupunya sedang terbaring berlumuran darah. Dia mengerang kesakitan dan harapan untuknya hidup sangat tipis sekali. Melihat keadaannya itu Abu Jahim Bin Huzaifah lantas berkejar kepadanya untuk memberikan air. Tetapi ketika hampir Abu Jahim Bin Huzaifah memberikannya air itu Abu Jahim Bin Huzaifah terdengar seorang lagi pejuang Islam sedang berteriak: “Berikanlah saya air! air!” Mendengar suaranya itu saudara sepupu Abu Jahim Bin Huzaifah lantas memberi isyarat agar Abu Jahim Bin Huzaifah pergi melayani orang itu lebih dahulu dan memberikannya air itu. Maka Abu Jahim Bin Huzaifah pun tanpa lengah lagi terus pergi mendapatkan orang itu. Pejuang itu amat Abu Jahim Bin Huzaifah kenali, tidak lain adalah Hasyim Bin Abilas.

Tetapi sebelum sempat Abu Jahim Bin Huzaifah memberikan air kepada Hasyim, Abu Jahim Bin Huzaifah terdengar suara orang mengerang di sebelahnya pula, juga meminta air. Hasyim pula kali ini mengisyaratkan Abu Jahim Bin Huzaifah supaya memberikan air itu lebih dahulu kepada orang yang mengerang dekatnya. Bagaimanapun sebelum sempat Abu Jahim Bin Huzaifah kepada pejuang yang ketiga itu ia pun telah mati syahid. Lalu Abu Jahim Bin Huzaifah pun bergegas semula kepada Hasyim tetapi sedihnya ia juga telah mati syahid. Tanpa lengah lagi Abu Jahim Bin Huzaifah terus pergi mendapatkan saudara sepupunya. Sungguh tidak tahan rasa di hati Abu Jahim Bin Huzaifah kerana sepupunya juga telah mati syahid.

Demikianlah satu contoh keluhuran budi yang tidak ada bandingnya yang diperlihatkan oleh pejuang-pejuang Islam yang beriman.

Cuba kita bandingkan ukhwah di zaman kita. Tok Guru yang bercakap tentang ukhwah pun hidup mewah dan berpejam mata dengan kesusahan dan kesukaran pengikutnya. Tok Guru boleh terbang ke Australia makan angin, tetapi pengikutnya diperah tulang empat kerat mereka untuk melakukan kerja bagi membiayai Tok Guru makan angin di Australia, sedangkan anak buah tersebut tidak mendapat imbuhan setimpal dengan kerja yang dilakukan.

Sedangkan kita masih sebatas berbicara tentang ukhuwah. Realitinya justru semakin bertambah pecah ukhuwah di antara kita. Bahkan memfitnah dan mengumpat solah-olah sudah menjadi tradisi sehingga Islam terhina dimana-mana karena tidak ada contoh yang dapat diambil.


5. AKHLAK

Akhlak yang terpuji itu uibarat bunga diri. Semua orang suka pada bunga yang indah. Bahkan Allah memuji akhlak Rasulullah SAW yang begitu agung.

“Dan sesungguhnya Engkau (Muhammad) memiliki akhlak yang agung” (QS Al Qalam 4)

Mari kita lihat beberapa contoh akhlak Rasulullah SAW. Suatu hari seorang Arab Badui menarik baju Rasulullah dan meminta baju itu diberikan kepadanya. Maka, Rasulullah pun langsung memberikan baju tersebut.

Rasulullah juga sanggup berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadanya yaitu seorang perempuan tua yang sering menabur kaca dan duri di kawasan yang setiap hari dilewati Rasulullah. Tiba-tiba suatu hari ketika Rasulullah melewati tempat itu, tidak ada lagi kaca dan duri seperti biasanya. Rasulullah merasa heran lalu beliau menziarahi orang tua itu. Rupanya orang tua itu sedang sakit. Kemudian Rasulullah menolong dengan mendoakan ibu tua itu. Akhirnya dengan berkat Rasulullah berbuat demikian, ibu tua itu pun memeluk Islam.

Rasulullah memaafkan Da’tsur ketika dia mengancam akan membunuh beliau. Baginda juga pernah diusir oleh penduduk Thaif dan dilempari dengan batu, tetapi Rasulullah malah mendoakan kaum itu.

Begitulah mulianya pekerti Rasulullah SAW.

Cuba kita lihat pula akhlak manusia zaman sekarang khususnya orang yang mengaku, kononnya pejuang Islam terhebat masa kini serta mengaku sohibuzzaman.

Pejuang zaman sekarang, bila ada pengikutnya bertaubat dan tidak mahu bersekongkol melakukan maksiat dan kemungkaran yang sama, orang yang mengaku pejuang zaman sekarang/sohibuzzaman akan melabel pengikut yang sudah bertaubat tadi sebagai “JAHANAM”, pengikut tersebut di aibkan etc. Akhlak Islam kah ini ? Malah jika dibandingkan dengan akhlak seorang pemimpin secular yang didesak oleh pengikutnya untuk meletak jawatan, pemimpin secular tersebut tidak pun memaki hamun dan melabelkan pengikutnya sebagai “Jahanam”.

Akhlak orang yang mengaku kononnya dirinya adalah mujaddid sohibuzzaman dan pejuang terhebat, bukan sahaja tidak standing akhlak Rasulullah SAW dan para sahabat. Untuk menandingi akhlak seorang pemimpin secular zaman ini pun mereka jauh ketinggalan. Begitulah buruknya akhlak orang yang mengaku sohibuzzaman masa kini.

Beginikah kita ingin berhadapan dengan musuh-musuh Islam, sedangkan akhlak kita saling tak tumpah akhlak manusia yang tidak beriman.


6. KEPIMPINAN

Di zaman Rasululah SAW, Rasulullah SAW tat kala wafat tidak meninggalkan sebarang harta.

Ubaidah Ibnu Jarrah, sewaktu di lantik menjadi Gabernor di sebuah wilayah Islam oleh Saidina Omar Al Khattab. Harta miliknya hanyalah baju yang dipakai, sebuah bekas untuk dia makan dan minum dan sebilah pedang. Setiap hasil wilayah tersebut, diagihkan kepada rakyat dan baitul mal secara adil.

Saidina Omar Al Khattab, sewaktu menjadi khalifah, dia sering berjalan malam ketika rakyatnya nyenyak tidur diulit mimpi2 yang indah. Dengan menyamarkan dirinya sebagai seorang pengemis, Saidina Omar berjalan memasuki lorong2 sunyi, kampung dan desa yang berada di dalam wilayah pentadbirannya sambil diiringi oleh seorang sahabat bernama Aslam.

Hazrat Aslam r.a, seorang hamba kepada Saidina Umar RA menceritakan bahawa, pada suatu malam, ketika mereka berdua sedang meronda dari pintu ke pintu, mereka terjumpa dengan sebuah keluarga yang mana di dapati anak-anaknya sedang menangis meraung, dan di luar rumah terdapat periuk yang di nyalakan api, apabila di tanya oleh Saidina Omar RA kepada si ibu akan apakah gerangan derita si anak-anak menangis sebegitu rupa? Jawab si ibu, bahawa anak-anaknya sedang menderita kelaparan dan beliau sedang menipu anaknya dengan merebus batu-batu jalanan hanya untuk menghiburkan anaknya supaya anaknya nanti tertidur sambil menunggu ‘makanan‘ itu masak;..

Tersentak jantung Saidina Omar RA. Dia yang merupakan seorang khalifah Islam pada waktu itu tidak menyangka masih ada golongan daif yang tidak terbela dalam wilayah jajahannya. Sambil beristighfar kepada Allah, Saidina Omar terus berlari ke BAITUL MAL di tengah-tengah kegelapan malam.

Di depan pintu Baitul Mal, dengan lantang dan tegas Saidina Omar bersuara : Siapakah Omar yang menjadi khalifah sedangkan ada dikalangan rakyatnya yang menderita. Omar hanyalah seorang HAMBA yang daif. Tanpa pimpinan Allah tidak mungkin Omar dapat melihat kelemahan dirinya sebagai seorang HAMBA.

Lalu dihunus pedangnya dan ditetakkan ke rantai kunci pintu Baitul Mal. Terlerai putus rantai kunci dengan sekali libasan pedang Omar Al Farouk.

Tanpa lengah, Saidina Omar mencapai seguni gandum yang berada di simpanan Baitul Mal. Guni yang berat itu dipikulnya sendiri ditengah belakangnya dan dia bergegas kembali membawa seguni gandum kepada keluarga yang ditemuinya tadi.

Pernah Aslam menawarkan diri untuk menolong memikul gunigandum tersebut, tapi di bantah oleh Saidina Omar dengan soalan: “Adakah kau nak pikul dosa aku kat akhirat kelak?.”

Setibanya Saidina Omar kepada ibu tua dan anak-anaknya, Saidina Omar RA sendiri memasak makanan utnuk keluarga tersebut dan menurut Aslam r.a, ketika melihat saidina Omar memasak sambil menuip bara api, “aku lihat asap keluar dari celah-celah janggutnya yang tebal”.

Saidina Omar juga yang melayan dan menyuapkan makanan kepada keseluruhan anak-anak ibu tua tersebut.

Maka makanlah seisi keluarga itu dengan gembira tanpa menyedari bahawa orang yang menolongnya adalah Pemimpin tertinggi orang Islam.

Ketika keluarga itu selesai makan, saidina Omar melepak berehat sebentar sambil berkata:
“Tadi aku telah lihat mereka manangis, sekarang aku berehat sebentar kerana ingin melihat mereka ketawa gembira..”

Begitulah hati yang dididik oleh iman. Walau berada di puncak kekuasaan, namun hatinya tetap tunduk dengan jiwa HAMBA. Hamba kepada Allah SWT.

Cuba kita bandingkan dengan sifat kepimpinan orang yang mengaku pejuang terhebat masa kini. Berapa ramai pengikut-pengikutnya yang hidup melarat dalam kesusahan, sedangkan diri mereka enak dibuai mimpi di banglow mewah. Sifat mereka bukan sahaja tidak tunduk sebagai hamba, malah berlagak bagai Raja. Harta mereka bukan satu bekas bejana dan sebilah pedang, tetapi beberapa buah kereta mewah, banglo mewah, yang diperah hasil titik peluh pengikut-pengikutnya.

Sejauh mana perjuangan kita ?


8. EKONOMI

Sebelum kedatangan Islam ke Madinah, ekonomi Madinah ketika itu dikuasai oleh orang-orang Yahudi yang terdiri dari tiga golongan:
Bani Nadhir
Bani Quraidhah
Bani Mustaliq

Waktu itu jumlah umat Islam baru ratusan orang saja. Kemudian Rasulullah memerintahkan para sahabat membangun Suq Al Ansar atau pasar orang-orang Ansar. Suq Al Ansar ini diketuai oleh Sayidina Abdul Rahman Bin Auf. Hasilnya lima ribu orang Yahudi penduduk Madinah gulung tikar dan keluar dari kota Madinah. Karena itulah orang-orang Yahudi tidak habis-habis berdendam dengan orang Arab hingga hari ini.

Jika kita bandingkan ekonomi orang yang mengaku mujaddid sohibuzzaman masa kini. Ekonomi yang kita laksanakan, untuk menampung dan memewahkan kesemua pengikut pun masih tidak berjaya dilaksanakan. Malah untuk membuat kilag untuk memenuhi tuntutan sendiri seperti kilang lampin pakai buang dan lampin dewasa pun masih tak mampu. Mereka sendiri terpaksa bergantung kepada kilang kafir untuk memenuhi keperluan asas hidup mereka.

Mana hebatnya ekonomi kita ???

9. MARUAH PERJUANGAN

Para sahabat dan salafussoleh menjaga maruah perjuangan mereka agar tidak tergadai. Mereka sanggup mati demi melihat perjuangan Islam terhina.

Dikisahkan, sewaktu tentera Monggol menakluki Kota Baghdad, salah seorang tawanannya adalah Sheikh Fariduddin Attar (penulis Kitab Tazkiratul Auliya) yang sudah berusia 110 tahun. Sewaktu di tempat pemancungan, seorang tentera Monggol pernah menawarkan 1000 keping wang emas untuk menebus nyawa Sheikh Fariduddin Attar, tetapi Sheikh Fariduddin Attar menolak tawaran tersebut sambil berkata, nyawanya hanyalah bernilai seikat jerami. Maka terpenggallah kepala Sheikh Fariduddin Attar sambil mulutnya tanpa henti mengucapkan “Laa ilaha illaLLAH Muhammadur Rasulullah”. Begitulah tawadduknya Sheikh Fariduddin Attar. Maruah agama dan diri lebih dicintai dari hidup menjadi tebusan musuh.

Orang zaman sekarang, sewaktu berjuang, dia mengaku kepada pengikut-pengikutnya, dialah mujaddid, dialah sohibiuzzaman yang punya pelbagai karomah. Tetapi bila ditahan oleh pihak berkuasa, dia tanpa segan silu berkata zikir/wirid amalannya adalah salah dan sesat. Dia tidak yakin dengan amalan wirid perjuangannya. Beginikah pejuang kebenaran ?

Begitulah antara juzuk-juzuk yang dibuat perbandingan. Kesimpulannya, kita masih jauh dari kegemilangan orang di zaman salafussoleh. Oleh itu, untuk apa kita berasa ujub dan riyak ? Tidak malukah kita, kerana berasa ujub dan riyak atas perkara yang kita gagal ?

Maka sebab itu Almarhum Ustaz Muhammad Taha As Suhaimi berpesan kepada murid-muridnya agar sayang menyayangi dan bertolong menolong dalam perkara ketaqwaan. Sebab tipuan syaitan dan gamitan nafsu akan menjadikan para pejuang kebenaran tertipu dalam perjuangannya serta merosakkan amal ibadah kepada Allah. Agar apabila kita berjaya melakukan sesuatu, kita akan bersyukur dengan rasa kehambaan. Dan apabila kita gagal melakukan sesuatu, kita tidak akan berputus asa.

Allah membantu Rasulullah dan para sahabat adalah karena taqwa yang ada pada mereka. Sebagaimana firman Allah :

“Allah akan menjadi pembela pada orang-orang bertaqwa.” (QS Al Jatsiyah 18)
Allah membuka rahmat dari pintu langit dan bumi karena taqwa. Firman Allah yang artinya :

“Jika ada di kalangan penduduk sebuah negeri itu beriman dan bertaqwa, niscaya Allah akan membuka keberkatan dari pintu langit dan bumi.” (QS Al A’raaf 96)

Al Fatihah kepada guru mursyid ku Ustaz Muhammad Taha Bin Sheikh Muhammad Fadlullah As Suhaimi

Friday, April 2, 2010

Ibadah Menurut Islam Part 2


Dan ibadah ketiga iaitu peringkat ibadah yang lebih umum iaitu perkara-perkara yang merupakan perlaksanaan harus tetapi boleh menjadi ibadah dan mendatangkan pahala. Amalan seperti ini dapat menambahkan lagi bakti kita kepada Allah agar setiap perlakuan hidup kita ini tidak menjadi sia-sia. Tergolong dalam amalan- amalan ini ialah seperti makan, minum, tidur, baring, berjalan-jalan rehat-rehat dan sebagainya.

Semua kegiatan-kegiatan tersebut dapat bernilai ibadah asal memenuhi 5 syarat berikut :




1. Niat yang benar
2. Pelaksanaannya benar, tidak melanggar syariat atau peraturan Tuhan
3. Perkara (subyek) kegiatan tersebut dibenarkan oleh syariat dan mendapat keredhaan ALLAH, misalnya berdagang makanan, minuman dan sebagainya.
4. Natijah (Hasil) mesti baik kerana merupakan pemberian ALLAH ataupun nikmat-Nya kepada hamba-Nya. Dan setelah itu, hamba-hamba yang dikaruniakan rahmat itu wajib bersyukur kepada ALLAH. Bagaimanakah seseorang itu menunjukkan tanda bersyukur kepada ALLAH? Di antaranya dengan berzakat, melakukan korban, serta membuat amal bakti seperti bersedekah dan sebagainya
5. Tidak meninggalkan atau melalaikan ibadah-ibadah asas.



1) NIAT

Niat penting sebelum melaksanakan sesuatu. Ini juga untuk membedakan antara amal ibadah dengan amalan adat, dan antara niat kerana ALLAH dengan niat kerana yang lain-lain. Supaya setiap perlakuan menjadi ibadah, ia mesti dengan niat yang betul. Niat kerana menuruti perintah ALLAH SWT.

Sabda Rasulullah SAW, “Hanyasanya amalan-amalan itu sah dengan niat, dan adalah bagi setiap seorang itu menurut apa yang diniatkan".

Dan sabdanya lagi, “Niat orang mukmin itu adalah lebih baik daripada amalannya”.



2) PERLAKSANAAN

Perlaksanaan di dalam satu2 hal atau satu2 perkara mesti mengikut peraturan. Lebih2 lagi jika kita ingin melakukan ibadah, kita harus mendalami peraturan itu supaya kita benar2 di atas landasan syariat. Untuk menjayakan usaha manusia, perlaksanaannya mesti mengikut landasan yang Allah Taala telah tetapkan.

Allah memberi peringatan melalui firmanNya,


وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ﴿29:69﴾

“Dan jika mereka berjuang pada jalan Kami (ikut peraturan Kami) sesungguhnya Kami akan tunjukkan jalan Kami (jalan keselamatan) bahwasanya ALLAH beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al Ankabut: 69)

Dalam hal ini ulama juga berkata, “Yang hak kalau tidak ada peraturan, akan dikalahkan oleh yang batil yang ada peraturan.”



3. Perkara (Subjek) Mesti Dibolehkan oleh Syariat.

Perkara (subjek) yang hendak dilaksanakan itu mestilah yang dibolehkan oleh syariat, terutamanya perkara yang melibatkan makanan dan minuman.

Misalnya, seorang yang hendak berniaga mencari rezeki untuk keluarga, dengan berniaga barang makanan, yang hasilnya boleh juga menjadi makanan asas dan memberi manfaat kesihatan rohani dan jasmani kepada semua umat Islam.

Sabda Rasulullah SAW, “Tiap2 daging yang tumbuh daripada benda yang haram, maka Neraka adalah yang lebih patut dengannya. (Riwayat Tarmizi). Dan, “Hati ditempa mengikut makanan dan minuman”.

Rasulullah SAW amat menekankan perkara yang berkaitan dengan makanan kerana hati yang merupakan raja dalam tubuh manusia itu dibina dari makanan. Hati yang dibina dari makanan yang haram akan menjadi degil dan sukar menerima kebenaran.


4. Natijahnya Memberi Bermanfaat

Natijah merupakan hasil usaha seseorang. Hasil itu semestinya baik kerana ia merupakan pemberian ALLAH ataupun nikmatNya kepada hamba2Nya.
Hamba2 yang menerima pemberian itu wajib bersyukur kepada ALLAH SWT.

Bagaimanakah seseorang itu menunjukkan tanda bersyukur kepada ALLAH SWT?.

Di antaranya dengan berzakat, melakukan korban, serta membuat amal bakti seperti bersedekah dan sebagainya.

Sehubungan dengan itu, ALLAH berfirman,

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ ﴿14:7﴾

Dan ingatlah peringatan dari Tuhan mu, “Jika kamu bersyukur nescaya akan Aku tambah lagi nikmat-Ku kepadamu, dan jika kamu kufur sesungguhnya siksaan-Ku sangat dahsyat”. (Surah Ibrahim : 7)

Dengan itu, natijah setiap amalan agar menjadi ibadah ialah dengan membelanjakan keuntungan yang diperoleh atau hasil usaha setiap pelaksanaan untuk jalan ALLAH. Seperti dibelanjakan untuk membantu kaum miskin atau anak-anak yatim.

Jika berupa ilmu yang dicari, maka ilmu itu hendaklah digunakan sesuai dengan yang diredhai ALLAH. Bgitu pula dengan natijah-natijah yang lain. Mestilah digunakan untuk perkara-perkara yang benar-benar sah dan halal sahaja.


5. Tidak Meninggalkan Ibadah Asas.

Dua perkara utama yang menjadi asas ibadah ialah Rukun Iman dan Rukun Islam.

Kedua2nya merupakan tapak atau ‘platform’ untuk menegakkan amalan2 yang lain. Tanpa tapak, macamana nak dirikan binaan?

Di antara dua rukun tersebut, Rukun Iman menjadi ‘platform utama’, dan ianya yang pertama2 ilmu yang wajib diketahui, dan hendaklah dibina, dipupuk, dibaja dengan ‘keyakinan yang qatie’.

Ini selaras tuntutan dalam syariat Islam, iaitu “awal2 ilmu ialah mengenal Allah”.

Manakala, Rukun Islam menjadi perkara asas dalam jenis2 ibadah yang lain. Melaksanakan amalan yang dituntut di dalamnya adalah amalan asas, manakala amalan2 lain (seperti baca Al-Quran, wirid, dll) merupakan pelengkap ibadah.

Di antara 5 rukun Islam itu, solat sangat diberi perhatian oleh Rasulullah SAW. Sabdanya, “Solat itu adalah tiang agama. Barang siapa telah mendirikannya maka dia telah mendirikan agama. Dan barang siapa yang meninggalkannya maka dia telah meruntuhkan agama."

Tambah baginda lagi, “Barangsiapa yang meninggalkan solat dengan sengaja, nyatalah ia telah kafir."

Jadi sangat jelas, bahwa setiap amalan berasas kepada dua(2) perkara ini yang merupakan amalan yang paling wajib. Artinya tidak boleh ditinggalkan sama sekali. Jika tidak ada rukun Iman dan rukun Islam, maka seluruh amalan lain, tidak ada artinya lagi.


Demikianlah ‘Lima Syarat-syarat Ibadah’ dalam Islam. Seandainya amalan-amalan kita tidak mengikuti kelima2 syarat di atas, maka tidak dapat diakui (diiktiraf) sebagai amalan Islam, bahkan dianggap amalan jahiliah. Amalan itu tidak diterima oleh ALLAH Taala.

Bagaimana tindakan kita agar amal kita memenuhi syarat-syarat yang disebutkan itu hingga menjadi ibadah?

Contoh:-

a) Melibatkan diri dalam penulisan.

• Pertama, berniat kerana ALLAH, iaitu untuk menunaikan perintah ALLAH melaksanakan salah satu fardhu kifayah dalam bidang penulisan. Bukan untuk mempromosi diri sendiri dengan sifat UJUB & RIYA'. Selain untuk menyebar ilmu kepada anggota masyarakat agar mendapat manfaat dari bahan tulisan kita, lebih2 lagi untuk menyebarkan dan menjaga ilmu agar tersebar kepada seluruh umat Islam hasil penulisan kita.

Kalau penulisannya berupa buku, penulisannya mestilah mempunyai kandungan yang halal bukannya gossip, umpat dan fitnah. Bahan penulisan yang halal akan mendorong seseorang Islam itu dapat beribadah dengan khusyuk, dan berperilaku sebagai seorang mukmin yang sejati. Kerana akhlak dan mental seseorang itu terpengaruh oleh ilmu hasil dari bahan penulisan.

Rasulullah SAW sendiri begitu mengutamakan penyebaran ilmu melalui haidsya " Sampaikan dari ku walau dengan sepoong ayat". amak sewajarnya bahan penulisan yng akan dihidangkan kepada pembaca perlu "halalan wa taiyiban", bebas dari mengumpat, fitnah dan dusta.

Kalau penulisan kita berbentuk penulisan professional, seperti perubatan, guaman, juruperunding, dsb.nya maka niatnya mestilah untuk berkhidmat kepada anggota masyarakat Islam kerana ALLAH.

Sebab, kalau penulisan kita tidak diwujudkan, umat Islam akan susah kerana terpaksa mendapatkan perkhidmatan dari orang yang bukan Islam, yang cenderung kepada tipu muslihat atau ‘ada udang di sebalik batu’.

Demikian sebaliknya, kalau penulisan kita ‘tidak membantu’ masyarakat Islam mendapatkan ilmu untuk spiritual dan mental, seperti penulisan yang membawa kehancuran hidup, maka sukarlah kita nak mengukuhkan niat yang betul. Contoh urusniaga adalah seperti penulisan berasaskan gossip, fitnah, dusta dan adu domba.

• Kedua, pelaksanaan penulisan. Iaitu dalam melakukan penulisan mesti ada kejujuran, amanah dan bersih dari amalan-amalan yang bertentangan dengan syariat Islam dan sebagainya.Kita tidak buat gambar super-impose dan membuat dakwaan dusta dalam penulisan seperti yang dilakukan oleh pengamal ajaran ssat yang ingin menaikkan nama guru mereka.

• Ketiga, subjek yang dituliskan hendaklah terhindar dari hal-hal yang tidak halal atau tidak mengikut syariat Islam, seperti penulisan unsur lucah, penulisan berunsurkan ajaran sesat dan lain-lain lagi.

• Keempat, natijah (hasil) dari penulisanan itu hendaklah ditunaikan haknya. Iaitu kalau beroleh keuntungan, kita hendaklah melakukan zakat, soal-soal pengorbanan serta turut membantu perjuangan menegakkan agama ALLAH serta membantu kaum yang miskin dan lemah.

• Kelima, dalam melakukan aktiviti penulisan, kita tidak boleh meninggalkan ibadah asas, iaitu solat, puasa dan sebagainya. Juga kita tidak boleh tinggalkan solat Jumaat. Kerana kesibukan itu tidak boleh dijadikan alasan untuk meninggalkan yang wajib.


b) Melibatkan diri dalam perniagaan.

• Pertama, berniat kerana ALLAH, iaitu untuk menunaikan perintah ALLAH melaksanakan salah satu fardhu kifayah dalam bidang perniagaan.
Selain untuk membantu anggota masyarakat agar mendapat manfaat dari perniagaan kita, lebih2 lagi untuk membeli serta memenuhi keperluan hidupnya yang pokok.

Kalau perniagaannya berupa makanan, makanannya yang halal mestilah boleh mendorong seseorang Islam itu dapat beribadah dengan khusyuk, dan berperilaku sebagai seorang mukmin yang sejati. Kerana akhlak dan mental seseorang itu terpengaruh oleh zat makanan yang ditanggung halal, di mana fikiran yang baik memudah terima ilmu2 akhirat yang dipelajari.

Rasulullah SAW sendiri begitu mengutamakan perihal makanan kerana kalau yang dimakan atau diminum itu kotor mengikut syariat islam, hati orang akan dibentuk sebegitu rupa hingga menjadi keras kepala dan sukar menerima kebenaran. Terkadang orang tersebut langsung menolak kebenaran dan menentangnya pula

Kalau perniagaan kita berbentuk perkhidmatan professional, seperti perubatan, guaman, juruperunding, dsb.nya maka niatnya mestilah untuk berkhidmat kepada anggota masyarakat Islam kerana ALLAH.

Sebab, kalau perniagaan kita tidak diwujudkan, umat Islam akan susah kerana terpaksa mendapatkan perkhidmatan dari orang yang bukan Islam, yang cenderung kepada tipu muslihat atau ‘ada udang di sebalik batu’.

Demikian sebaliknya, kalau perniagaan kita ‘tidak membantu’ masyarakat Islam mendapatkan keperluan2 asas fizikal dan mentalnya, seperti perniagaan yang membawa kehancuran hidup, maka sukarlah kita nak mengukuhkan niat yang betul. Contoh urusniaga adalah seperti perniagaan berasaskan riba, pusat video, pusat snooker, jual rokok, arak, dsb.nya.

• Kedua, pelaksanaan perniagaan. Iaitu dalam melakukan transaksi urusniaga mesti ada kejujuran, amanah dan bersih dari amalan-amalan yang bertentangan dengan syariat Islam dan sebagainya.

• Ketiga, subjek yang di’niaga’kan hendaklah terhindar dari hal-hal yang tidak halal atau tidak mengikut syariat Islam, seperti perniagaan menjual arak, rokok dan sebagainya.

• Keempat, natijah (hasil) dari perniagaan itu hendaklah ditunaikan haknya. Iaitu kalau beroleh keuntungan, kita hendaklah melakukan zakat, soal-soal pengorbanan serta turut membantu perjuangan menegakkan agama ALLAH serta membantu kaum yang miskin dan lemah.

• Kelima, dalam melakukan aktiviti perniagaan, kita tidak boleh meninggalkan ibadah asas, iaitu solat, puasa dan sebagainya. Kerana kesibukan itu tidak boleh dijadikan alasan untuk meninggalkan yang wajib.


c) Mencari ilmu dan belajar.

• Pertama, niat kerana menunaikan perintah ALLAH. Bukan untuk mendapatkan jabatan dan pangkat yang tinggi supaya kita disanjung dan dimuliakan?.

• Kedua, dalam pelaksanaan menuntut ilmu itu, tidak terdapat pergaulan bebas antara lelaki perempuan yang bukan muhrim, menutup aurat, dsb.nya.

• Ketiga, perkara yang pelajari itu sesuai dengan syariat Islam dan halal. Misalnya belajar ilmu Hukum Islam, Kedokteran, Perundangan Islam, Ilmu alam, ilmu hitung dan sebagainya?.

Yang mesti kita ingat, ilmu yang bertentangan dengan syariat contohnya adalah belajar ilmu mencuri, sihir (black magic), tari menari, bermain musik dan sebagainya.

• Keempat, natijah daripada ilmu telah diperoleh, maka hendaklah dijadikan alat untuk berbakti kepada masyarakat kerana ALLAH.

• Kelima, dalam proses kita menuntut ilmu itu pula kita tidak boleh meninggalkan perkara yang asas seperti solat, puasa dan sebagainya.


d) Pejuang Agama Allah @ Berdakwah.

Walaupun, pada lahirnya sudah tentulah merupakan satu ibadah. Tetapi sekiranya tidak memenuhi syarat yang diterangkan itu amalannya akan menjadi sia-sia dan berdosa.

Cuba kita perhatikan.

• Pertama, niatnya mestilah benar-benar untuk berjuang membela nasib bangsa dan tanah air serta benar-benar menegakkan agama kerana ALLAH.

Perlu diingat, membela nasib bangsa dan membebaskan tanah air dari penjajahan ataupun mempertahankan negara dari kekuasaan orang kafir adalah satu perintah ALLAH. Tetapi bila kita mempunyai niat yang tersendiri, yang merupakan kepentingan pribadi, maka perjuangannya menjadi tidak bermakna.

• Kedua, ketika kita melaksanakan perjuangan itu, kita tidak melakukan kezaliman, menindas serta memfitnah orang lain.

• Ketiga, apa yang kita perjuangkan itu jelas sah atau halalnya seperti berjuang melepaskan bangsa Islam yang dizalimi dan ditindas.

• Keempat, natijah(hasil) perjuangan kita hendaklah betul yaitu setelah berjaya membebaskan bangsa dan negara dari penaklukan musuh atau setelah perjuangan kita berjaya, hendaklah menggunakan kejayaan itu untuk lebih meninggikan syiar lslam dan lebih mengukuhkan syariat Islam.

• Kelima, dalam berjuang itu, perkara-perkara yang wajib tidak kita tinggalkan seperti solat dan puasa.


e) Bekerja mencari rezeki

• Pertama, niat iaitu untuk menanggung dan membiayai hidup keluarga yang merupakan tuntutan wajib dari ALLAH.
Terkadang ada di antara kita yang berniat untuk mencari kekayaan dan kemewahan hidup agar dipandang mulia dan dihormati masyarakat kerana baginya kekayaan itu adalah kemegahan padanya.

• Kedua, pelaksanaan dalam mencari rezeki perlu sekali dipertimbangkan kerana banyak di kalangan kita yang salah hingga usaha-usaha yang bertentangan dengan syariat dianggap sebagai sumber rezeki. Mencuri, menjual kehormatan dan perbuatan sejenisnya kadang-kadang dianggap sebagai sumber rezeki yang benar, padahal sebenarnya bertentangan dengan syariat. Kadang-kadang dalam pelaksanaan mencari rezeki kita bergaul antara lelaki perempuan yang bukan muhrim. Demikian itu salah.

• Ketiga, sah atau halalnya usaha-usaha kita dalam mencari rezeki dapat ditinjau dari jenis kerja yang kita lakukan misalnya bercocok tanam, menangkap ikan, berternak, bekerja di pabrik-pabrik yang hasilnya tidak bertentangan dengan syariat seperti pabrik roti, susu dan sebagainya dan bukannya pabrik-pabrik yang menghasilkan arak. Sumber kewangan tempat bekerja itu juga tidak bergantung sepenuhnya dengan hasil riba dan sebagainya.

• Keempat, natijah (hasil) mencari rezeki itu pun hendaklah dengan tujuan memberi makan, pakaian dan perlindungan kepada keluarga dan diri sendiri, bukannya untuk berjudi, bersenang-senang dengan berbagai bentuk hiburan atau meminum arak dan lain-lain yang sejenis.

• Kelima, sewaktu mencari rezeki, jangan kita melalaikan perkara yang asas seperti solat dan puasa atau lalai dalam mencari ilmu fardhu ain.


f) Bermesyuarat

Coba kita perhatikan satu lagi contoh yang mudah, iaitu suatu pekerjaan yang mubah tetapi caranya salah hingga tidak lagi menjadi satu ibadah, yaitu bermusyawarah atau syura.

Sebenarnya musyawarah memang menjadi tuntutan dalam Islam sebagaimana yang diterangkan oleh ALLAH, ertinya: “Dalam urusan mereka (yaitu umat Islam) maka bermusyawarahlah sesama mereka." (As Syura: 38)
Agar amalan bermusyawarah atau syura itu menjadi ibadah, mestilah memenuhi syarat ibadah.

• Pertama, niat mengadakan musyawarah itu mesti betul yaitu untuk menjalankan perintah ALLAH.

• Kedua, melaksanakan musyawarah itu dengan betul misalnya tidak ada kaum perempuan yang membuka aurat di dalam perundingan.

• Ketiga, agenda perbincangan nyata halal atau sahnya di sisi syariat seperti membicarakan masalah nahyun anil mungkar atau tentang keselamatan umat dan negara, dan bukannya membicarakan bagaimana hendak membangun pabrik arak, tempat-tempat perjudian atau masalah bagaimana pelacuran boleh dihalalkan atau membahas untuk mengadakan majelis tari menari dan majelis hiburan dan seterusnya.

• Keempat, natijah musyawarah itu mesti betul yaitu setelah keputusan diperoleh, akan dilaksanakan dengan baik.

• Kelima, ketika menjalankan musyawarah jangan ada yang lalai menunaikan solat atau tidak berpuasa.


Demikianlah lima syarat ibadah bagi setiap amal dan perbuatan. Kalau setiap perbuatan kita, diselaraskan dengan syarat-syarat itu maka amal-amal kita dari wajib yang paling besar hingga mubah yang paling kecil, akan menjadi ibadah kepada ALLAH dan kita akan diberi ganjaran pahala dariNya. Dua puluh empat jam kita akan selalu dalam keadaan ibadah kepada Allah.